Cari Info Tentang Ini:

Jumat, 10 Maret 2017

Umur Rata-rata Anak Mengenal Pornografi: 11 Tahun




Pornografi menjadi salah satu “benda” menakutkan bagi orang tua, padahal “benda” ini berada di sekitar kita. Sangat dekat, yaitu di meja belajar dan di handphone.
Dengan system IT Indonesia yang masih lemah pengawasan, siapapun masih dengan mudah mengakses berbagai website, games, dan aplikasi yang bersifat pornografi.

Penampilan pornografi pun semakin beragam, mulai dari yang bersifat sembunyi-sembunyi atau samar-samar (seperti film kartun manga), gambar-gambar lucu dan kreatif yang ternyata memperlihatkan pornografi, hingga yang paling vulgar bahkan paling ekstrem.

Berdasarkan penelitian di Inggris (oleh uSwitch.com), anak-anak sudah mulai melihat adegan seksual sejak umur 2 tahun.
Berdasarkan informasi dari iParent.tv, disebutkan bahwa umur rata-rata anak-anak sudah melihat pornografi secara online adalah umur 11 tahun.

Akibat buruk pornografi bagi anak-anak:
1.     Bisa menjadi kecanduan.
2.    Melihat lawan jenis hanya sebagai obyek dan memandang lawan jenis dengan pandangan tidak sehat.
3.    Keinginan untuk melakukan hubungan seks lebih awal dari waktunya.
4.    Memberi pengaruh muncul hubungan di luar nikah.
5.    Menimbulkan seks bebas.
6.   Lebih jauh memperluas wabah penyakit-penyakit kelamin dan penyakit AIDS.

Bagaimana anak-anak bisa melihat hal-hal pornografi? Berikut contoh-contohnya:
1.     Video-video music yang menampilkan keseronokan penyanyi atau pemeran video music tersebut.
2.    Berita-berita tentang pemerkosaan, pelecehan seksual, yang disampaikan secara detil dan tanpa sensor yang ketat. Berita-berita ini meresahkan karena dipublikasikan oleh media berita nasional yang terkenal, bahkan seringkali dipajang di laman utama media tersebut, sehingga dengan cepat ditemukan oleh netizen.
3.    Foto-foto wanita dalam pakaian seksi, dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang memberi gambaran keseksian atau kecantikan tubuh. Dan saat ini seringkali foto-foto tersebut dibungkus dengan berita-berita olahraga, dimana anak-anak menyukainya. Misalnya tentang pacar-pacar pesepakbola terkenal dunia.
4.    Artikel-artikel investigasi tentang pornografi (dunia malam, perempuan pekerja seks, kehidupan seks bebas, dan sejenisnya) yang diceritakan begitu detail dan terlalu informative. Memberi gambaran yang lebih lengkap bagi anak-anak tentang kehidupan seks di sekitarnya (rumah atau sekolah).
5.    Cerita-cerita dewasa yang banyak sekali dan sangat mudah ditemukan di website-website dan blog-blog Indonesia.
6.   Film-film kartun yang ternyata mengandung unsur pornografi.
7.    Games-games yang mengandung unsur pornografi.
8.   Dan tentunya, website-website dan blog-blog yang mengkhususkan diri kepada pornografi.

Bisa dilihat, bahwa pengaruh-pengaruh pornografi bisa begitu halusnya memasuki alam pikiran anak-anak kita. Sehingga mereka, bila tanpa tuntunan dan penjelasan yang baik, menjadi manusia-manusia yang tumbuh dengan alam pikiran yang salah dan kotor.

Untuk itulah, begitu penting hal-hal berikut menjadi dasar pemikiran para orang tua:
1.     Mengetahui sedikit bagaimana mengoperasikan benda-benda teknologi seperti tablet, smartphone, dan computer. Tahu bagaimana caranya mengecek history, tahu bagaimana caranya men-setting website youtube agar aman bagi anak-anak (walaupun tidak sepenuhnya aman), tahu jenis-jenis games yang tidak cocok untuk anak-anak, dan lain sebagainya.
2.    Membatasi akses anak-anak terhadap gadget, tapi bukan berarti melarang atau mentabukannya. Perlu bagi orang tua untuk mempunyai komunikasi yang aktif dengan anak-anak untuk membicarakan penggunaan teknologi secara tepat dan bertanggung jawab.
3.    Menjadi contoh dan teladan, bagaimana menjalani hidup sehari-hari dengan teknologi sebagai salah satu alat. Bukan yang menjadi “pendamping” kita dalam banyak kesempatan.
4.    Mengajarkan anak-anak untuk mengutamakan melakukan berbagai kegiatan bukan dengan media teknologi. Ini bukan bermaksud memaksa anak untuk “gaptek” atau kembali ke tahun 1990-an atau bahkan mentabukan teknologi. Tetapi kita harus sadari bahwa banyak hal yang saat ini dengan begitu mudahnya dilakukan melalui media teknologi.
Misalnya dalam mengingat tentang tugas atau PR sekolah untuk besok. Daripada menelpon temannya, anak-anak lebih suka menanyakan melalui pesan singkat SMS, BBM, atau WA. Padahal komunikasi telepon mengajarkan kita mengatur nada suara, bagaimana mengucapkan kata pembuka dan kata penutup, mengenali keadaan lawan bicara kita dari nada suaranya, mengajarkan kita bagaimana bersikap menghadapi keadaan lawan bicara kita, dan lain sebagainya.
Atau, daripada focus pada guru di sekolah dan diskusi dengan teman-teman saat istirahat sekolah atau saat pulang sekolah, anak-anak lebih memilih menunggu waktu tiba di rumah untuk mengambil smartphone lalu berkomunikasi dengan temannya untuk menanyakan tugas, PR, atau penjelasan guru yang belum dimengerti.

5.    Sejak dini melakukan pembimbingan kepada anak-anak, serta mulai terbuka untuk membahas tentang seks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar