Pornografi
menjadi salah satu “benda” menakutkan bagi orang tua, padahal “benda” ini
berada di sekitar kita. Sangat dekat, yaitu di meja belajar dan di handphone.
Dengan
system IT Indonesia yang masih lemah pengawasan, siapapun masih dengan mudah
mengakses berbagai website, games, dan aplikasi yang bersifat pornografi.
Penampilan
pornografi pun semakin beragam, mulai dari yang bersifat sembunyi-sembunyi atau
samar-samar (seperti film kartun manga), gambar-gambar lucu dan kreatif yang
ternyata memperlihatkan pornografi, hingga yang paling vulgar bahkan paling
ekstrem.
Berdasarkan
penelitian di Inggris (oleh uSwitch.com), anak-anak sudah mulai melihat adegan
seksual sejak umur 2 tahun.
Berdasarkan
informasi dari iParent.tv, disebutkan bahwa umur rata-rata anak-anak sudah melihat
pornografi secara online adalah umur 11 tahun.
Akibat
buruk pornografi bagi anak-anak:
1. Bisa menjadi kecanduan.
2. Melihat lawan jenis hanya sebagai
obyek dan memandang lawan jenis dengan pandangan tidak sehat.
3. Keinginan untuk melakukan hubungan
seks lebih awal dari waktunya.
4. Memberi pengaruh muncul hubungan
di luar nikah.
5. Menimbulkan seks bebas.
6. Lebih jauh memperluas wabah
penyakit-penyakit kelamin dan penyakit AIDS.
Bagaimana
anak-anak bisa melihat hal-hal pornografi? Berikut contoh-contohnya:
1. Video-video music yang menampilkan
keseronokan penyanyi atau pemeran video music tersebut.
2. Berita-berita tentang pemerkosaan,
pelecehan seksual, yang disampaikan secara detil dan tanpa sensor yang ketat.
Berita-berita ini meresahkan karena dipublikasikan oleh media berita nasional
yang terkenal, bahkan seringkali dipajang di laman utama media tersebut,
sehingga dengan cepat ditemukan oleh netizen.
3. Foto-foto wanita dalam pakaian
seksi, dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang memberi gambaran keseksian
atau kecantikan tubuh. Dan saat ini seringkali foto-foto tersebut dibungkus
dengan berita-berita olahraga, dimana anak-anak menyukainya. Misalnya tentang
pacar-pacar pesepakbola terkenal dunia.
4. Artikel-artikel investigasi
tentang pornografi (dunia malam, perempuan pekerja seks, kehidupan seks bebas,
dan sejenisnya) yang diceritakan begitu detail dan terlalu informative. Memberi
gambaran yang lebih lengkap bagi anak-anak tentang kehidupan seks di sekitarnya
(rumah atau sekolah).
5. Cerita-cerita dewasa yang banyak
sekali dan sangat mudah ditemukan di website-website dan blog-blog Indonesia.
6. Film-film kartun yang ternyata
mengandung unsur pornografi.
7. Games-games yang mengandung unsur
pornografi.
8. Dan tentunya, website-website dan
blog-blog yang mengkhususkan diri kepada pornografi.
Bisa
dilihat, bahwa pengaruh-pengaruh pornografi bisa begitu halusnya memasuki alam
pikiran anak-anak kita. Sehingga mereka, bila tanpa tuntunan dan penjelasan
yang baik, menjadi manusia-manusia yang tumbuh dengan alam pikiran yang salah
dan kotor.
Untuk
itulah, begitu penting hal-hal berikut menjadi dasar pemikiran para orang tua:
1. Mengetahui sedikit bagaimana
mengoperasikan benda-benda teknologi seperti tablet, smartphone, dan computer. Tahu
bagaimana caranya mengecek history, tahu bagaimana caranya men-setting website
youtube agar aman bagi anak-anak (walaupun tidak sepenuhnya aman), tahu
jenis-jenis games yang tidak cocok untuk anak-anak, dan lain sebagainya.
2. Membatasi akses anak-anak terhadap
gadget, tapi bukan berarti melarang atau mentabukannya. Perlu bagi orang tua
untuk mempunyai komunikasi yang aktif dengan anak-anak untuk membicarakan
penggunaan teknologi secara tepat dan bertanggung jawab.
3. Menjadi contoh dan teladan, bagaimana
menjalani hidup sehari-hari dengan teknologi sebagai salah satu alat. Bukan
yang menjadi “pendamping” kita dalam banyak kesempatan.
4. Mengajarkan anak-anak untuk
mengutamakan melakukan berbagai kegiatan bukan dengan media teknologi. Ini
bukan bermaksud memaksa anak untuk “gaptek” atau kembali ke tahun 1990-an atau
bahkan mentabukan teknologi. Tetapi kita harus sadari bahwa banyak hal yang
saat ini dengan begitu mudahnya dilakukan melalui media teknologi.
Misalnya dalam mengingat
tentang tugas atau PR sekolah untuk besok. Daripada menelpon temannya,
anak-anak lebih suka menanyakan melalui pesan singkat SMS, BBM, atau WA.
Padahal komunikasi telepon mengajarkan kita mengatur nada suara, bagaimana
mengucapkan kata pembuka dan kata penutup, mengenali keadaan lawan bicara kita
dari nada suaranya, mengajarkan kita bagaimana bersikap menghadapi keadaan
lawan bicara kita, dan lain sebagainya.
Atau, daripada focus
pada guru di sekolah dan diskusi dengan teman-teman saat istirahat sekolah atau
saat pulang sekolah, anak-anak lebih memilih menunggu waktu tiba di rumah untuk
mengambil smartphone lalu berkomunikasi dengan temannya untuk menanyakan tugas,
PR, atau penjelasan guru yang belum dimengerti.
5. Sejak dini melakukan pembimbingan
kepada anak-anak, serta mulai terbuka untuk membahas tentang seks.