Sebagai wali murid, kita ingin memilihkan sekolah yang terbaik bagi anak-anak kita. Pandangan yang terbaik, tentu saja berbeda-beda bagi setiap wali murid dan sang murid. Beberapa pertimbangan yang bisa jadi dasar pemilihan adalah lokasi, kondisi fisik sekolah, dan biaya.
Untuk wali
murid dan calon murid yang bisa memiliki cukup pilihan sekolah, hati-hatilah
dalam memilih sekolah berdasarkan pertimbangan kepemilikan lahan. Mengapa?
Banyak
sudah terjadi di Indonesia, sekolah-sekolah tidak bisa melanjutkan proses
pendidikan atau kegiatan belajar mengajar gara-gara akses sekolah diblokir,
sekolah ditutup, atau gedung sekolah diblokir. Mungkin hanya terjadi sebentar /
sementara, tapi ada juga yang pada akhirnya berlangsung sangat lama. Dan hal
ini tidak hanya terjadi pada sekolah swasta, tetapi juga pada sekolah negeri.
Salah
satu penyebab mengapa sekolah diblokir, ditutup, atau aksesnya diblokir adalah:
sengketa kepemilikan lahan (lahan sekolah atau lahan untuk akses sekolah).
Untuk
itu, beberapa hal perlu diperhatikan orang tua siswa saat memilih sekolah untuk
anak-anaknya:
1. Cari berita-berita sekecil apapun
di internet tentang sekolah tersebut. Bahkan komentar-komentar atau cerita blog
pun dapat menjadi referensi yang bagus bagi orang tua untuk mempertimbangkan
sekolah bagi anaknya.
2. Cari informasi kepada penduduk
sekitar sekolah dan atau ketua RT / RW setempat tentang keberadaan sekolah
tersebut dan perkembangan sekolah tersebut.
3. Cari informasi di dalam sekolah tentang
sejarah pendirian sekolah dan perkembangan terbarunya.
4. Cek surat ijin operasional
sekolah, berapa tahun ijinnya. Kalau hanya sebentar, patut dipertanyakan. Mungkin
bisa ditanyakan kepada sekolah, kelurahan setempat, atau dinas pendidikan
setempat.
Beberapa contoh sengketa sekolah
yang mengakibatkan proses pendidikan atau kegiatan belajar mengajar menjadi
tertunda / terhenti:
1. SMAN 1 Bermani Ilir, Desa Talang
Pito, Kecamatan Bermani Ilir, Kabupaten Kepahiang, Propinsi Bengkulu.
Ada beberapa warga
yang mengklaim bahwa sebagian lahan SMAN 1 Bermani Ilir adalah miliknya.
Bahkan warga tersebut
sudah mulai menggunakan lahan tersebut dengan cara membangun pondasi rumah.
2. Sekolah Cinta Budaya, Yayasan
Cinta Budaya, Deli Serdang, Lubuk Pakam, Sumatera Utara.
Sekolah berdiri pada
tahun 2010 dan diresmikan tahun 2011, padahal didirikan di atas tanah yang
sedang mengalami sengketa sejak tahun 2008.
Tanah itu menjadi
sengketa antara seorang warga yang mengaku telah membeli lahan tersebut dari
seseorang yang berperkara tentang tanah yang sama dengan sebuah perusahaan.
Dan tanah tersebut
masih menjadi sengketa saat sekolah didirikan.
3. SDN dan SMPN III Kupang Barat di
Desa Oematnunu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara TImur.
Sekolah didirikan oleh
pemerintah setempat pada tahun 1998 di atas lahan milik tokoh masyarakat
setempat, dengan perjanjian: Anak pemilik lahan akan dipekerjakan di sekolah
tersebut sebagai penjaga sekolah dan pegawai tata usaha.
Tetapi pada tahun 2017
awal, kepala sekolah memecat seorang pegawai tata usaha dan dua orang penjaga
sekolah dengan alasan yang dianggap tidak jelas bagi tokoh masyarakat.
Maka tokoh masyarakat
tersebut menyegel kedua sekolah tersebut.
4. SMP dan SMA Yayasan Daarul
Mujtahidin, Kampung Pabuaran, Desa Pangadegan, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten
Tangerang, Propinsi Banten.
Sekolah disegel oleh
seseorang yang mengaku pemilik lahan.
Tahun 1999 pemilik
lahan menghibahkan lahan untuk didirikan sekolah Yayasan Daarul Mujtahidin dan
dikelola oleh orang lain. Dalam perjalanan keberlangsungan yayasan, pengelola
meninggal dunia dan yayasan dilanjutkan oleh anaknya. Lalu sang anak mengklaim
bahwa yayasan dan lahan adalah milik ayahnya, dan bahkan mengeluarkan nama
pemilik lahan dari kepengurusan inti yayasan.
Pemilik lahan kecewa, mencabut
kembali pemberian hibahnya, dan menyegel yayasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar