Cari Info Tentang Ini:

Jumat, 10 Maret 2017

Mempertimbangkan Kepemilikan Lahan Ketika Memilih Sekolah Lanjutan untuk Anaknya



Sebagai wali murid, kita ingin memilihkan sekolah yang terbaik bagi anak-anak kita. Pandangan yang terbaik, tentu saja berbeda-beda bagi setiap wali murid dan sang murid. Beberapa pertimbangan yang bisa jadi dasar pemilihan adalah lokasi, kondisi fisik sekolah, dan biaya.

Untuk wali murid dan calon murid yang bisa memiliki cukup pilihan sekolah, hati-hatilah dalam memilih sekolah berdasarkan pertimbangan kepemilikan lahan. Mengapa?
Banyak sudah terjadi di Indonesia, sekolah-sekolah tidak bisa melanjutkan proses pendidikan atau kegiatan belajar mengajar gara-gara akses sekolah diblokir, sekolah ditutup, atau gedung sekolah diblokir. Mungkin hanya terjadi sebentar / sementara, tapi ada juga yang pada akhirnya berlangsung sangat lama. Dan hal ini tidak hanya terjadi pada sekolah swasta, tetapi juga pada sekolah negeri.

Salah satu penyebab mengapa sekolah diblokir, ditutup, atau aksesnya diblokir adalah: sengketa kepemilikan lahan (lahan sekolah atau lahan untuk akses sekolah).

Untuk itu, beberapa hal perlu diperhatikan orang tua siswa saat memilih sekolah untuk anak-anaknya:
1.     Cari berita-berita sekecil apapun di internet tentang sekolah tersebut. Bahkan komentar-komentar atau cerita blog pun dapat menjadi referensi yang bagus bagi orang tua untuk mempertimbangkan sekolah bagi anaknya.
2.    Cari informasi kepada penduduk sekitar sekolah dan atau ketua RT / RW setempat tentang keberadaan sekolah tersebut dan perkembangan sekolah tersebut.
3.    Cari informasi di dalam sekolah tentang sejarah pendirian sekolah dan perkembangan terbarunya.
4.    Cek surat ijin operasional sekolah, berapa tahun ijinnya. Kalau hanya sebentar, patut dipertanyakan. Mungkin bisa ditanyakan kepada sekolah, kelurahan setempat, atau dinas pendidikan setempat.

Beberapa contoh sengketa sekolah yang mengakibatkan proses pendidikan atau kegiatan belajar mengajar menjadi tertunda / terhenti:
1.     SMAN 1 Bermani Ilir, Desa Talang Pito, Kecamatan Bermani Ilir, Kabupaten Kepahiang, Propinsi Bengkulu.
Ada beberapa warga yang mengklaim bahwa sebagian lahan SMAN 1 Bermani Ilir adalah miliknya.
Bahkan warga tersebut sudah mulai menggunakan lahan tersebut dengan cara membangun pondasi rumah.
2.    Sekolah Cinta Budaya, Yayasan Cinta Budaya, Deli Serdang, Lubuk Pakam, Sumatera Utara.
Sekolah berdiri pada tahun 2010 dan diresmikan tahun 2011, padahal didirikan di atas tanah yang sedang mengalami sengketa sejak tahun 2008.
Tanah itu menjadi sengketa antara seorang warga yang mengaku telah membeli lahan tersebut dari seseorang yang berperkara tentang tanah yang sama dengan sebuah perusahaan.
Dan tanah tersebut masih menjadi sengketa saat sekolah didirikan.
3.    SDN dan SMPN III Kupang Barat di Desa Oematnunu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara TImur.
Sekolah didirikan oleh pemerintah setempat pada tahun 1998 di atas lahan milik tokoh masyarakat setempat, dengan perjanjian: Anak pemilik lahan akan dipekerjakan di sekolah tersebut sebagai penjaga sekolah dan pegawai tata usaha.
Tetapi pada tahun 2017 awal, kepala sekolah memecat seorang pegawai tata usaha dan dua orang penjaga sekolah dengan alasan yang dianggap tidak jelas bagi tokoh masyarakat.
Maka tokoh masyarakat tersebut menyegel kedua sekolah tersebut.
4.    SMP dan SMA Yayasan Daarul Mujtahidin, Kampung Pabuaran, Desa Pangadegan, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
Sekolah disegel oleh seseorang yang mengaku pemilik lahan.
Tahun 1999 pemilik lahan menghibahkan lahan untuk didirikan sekolah Yayasan Daarul Mujtahidin dan dikelola oleh orang lain. Dalam perjalanan keberlangsungan yayasan, pengelola meninggal dunia dan yayasan dilanjutkan oleh anaknya. Lalu sang anak mengklaim bahwa yayasan dan lahan adalah milik ayahnya, dan bahkan mengeluarkan nama pemilik lahan dari kepengurusan inti yayasan.

Pemilik lahan kecewa, mencabut kembali pemberian hibahnya, dan menyegel yayasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar